thesilent1.com – — Jumlah cadangan Bitcoin (BTC) yang dimiliki para penambang turun ke posisi terendah dalam 12 tahun. Menurut perusahaan analitik blockchain IntoTheBlock, jumlahnya hampir sama dengan periode Februari 2010.
Per Rabu, 12 Oktober 2022, para penambang Bitcoin tercatat memiliki 1,91 juta BTC di wallet mereka. Menurut IntoTheBlock, sepanjang 2022, jumlah kepemilikan Bitcoin penambang mencapai lebih dari 2 juta BTC hanya dalam 46 hari. Sisanya kurang dari itu.
Hal ini diduga akibat penjualan BTC yang marak dilakukan para penambang di sepanjang tahun ini. Tak jarang BTC yang mereka jual justru lebih banyak daripada yang mereka hasilkan dari penambangan.
IntoTheBlock menggunakan algoritma mesin untuk mengidentifikasi alamat wallet penambang dan melacak kepemilikan BTC mereka. Algoritma ini juga melacak wallet yang bertautan dengan mining pool yang mengumpulkan BTC tetapi tidak aktif melakukan penambangan.
Beberapa perusahaan penambangan Bitcoin juga dilaporkan mengalami kerugian selama berbulan-bulan. Perusahaan-perusahaan itu, seperti CleanSpark dan Argo, bahkan harus mengajukan pinjaman agar dapat terus beroperasi.
Bulan lalu, perusahaan penyedia layanan hosting penambangan Bitcoin, Compute North, bahkan mengajukan kebangkrutan. Perusahaan Iris Energy harus menjual cadangan ekuitas mereka senilai $100 juta, Compass Mining menutup operasionalnya di Georgia dan mining pool besar, Poolin, harus membekukan layanan penarikan.
Meski level kepemilikan cadangan Bitcoin saat ini sama dengan periode 2010, tetapi kondisi pasar secara keseluruhan tentu berbeda.
Pada 2010, Bitcoin yang baru berusia satu tahun masih dianggap sebagai open-source software, sebelum akhirnya Satoshi Nakamoto menerbitkan whitepaper yang menjelaskan fungsi Bitcoin sebagai mata uang peer-to-peer.
Bitcoin pertama kali ditukar dengan dolar AS pada 2009 di New Liberty Standart Exchange. Saat itu uang senilai $5,21 bisa membeli 5,050 BTC. Nilai itu sangat jauh dengan saat ini, di mana 5,050 BTC dihargai hampir $97 juta atau sekitar Rp1,4 triliun.
Industri pertambangan Bitcoin juga masih sangat kecil. Programmer Hal Finney menerima hadiah penambangan Bitcoin pertama di dunia sebesar 10 BTC untuk penambangan blok-70 pada 12 Januari 2009.
Hashrate dan Mining Difficulty Naik
Salah satu penyebab munculnya ‘musim dingin’ bagi para penambang adalah tingginya hashrate dan melonjaknya mining difficulty.
Laporan mingguan terbaru dari platform data on-chain Glassnode yang berjudul ‘Hashrate Hits New Highs’, menunjukkan hashrate Bitcoin telah mencapai titik tertinggi sebesar 245 exahash per detik pada 3 Oktober 2022.
Hashrate adalah ukuran seberapa besar daya komputasi yang digunakan untuk menambang kripto dan memproses transaksi pada model jaringan proof-of-work.
Jika hashrate naik, ‘mining difficulty’ juga naik. Pada Senin, 10 Oktober 2022, mining difficulty Bitcoin naik hingga 14% ke 35,6 triliun. Mining difficulty adalah tingkat kesulitan yang menghitung berapa hash yang dibutuhkan penambang untuk memproduksi string kriptografi agar bisa menambahkan blok baru ke rantai.
Secara umum, ‘mining difficulty’ yang menghitung seberapa sulit sebuah blok untuk ditambang, adalah salah satu komponen yang menentukan biaya produksi penambangan Bitcoin. Jika ‘mining difficulty’ tinggi, maka biaya produksi per unit BTC akan meningkat.
Dengan harga BTC saat ini di kisaran $20.000 dan estimasi biaya produksi di seluruh jaringan $12.140, profitabilitas penambang Bitcoin (BTC) sedang berada di ambang krisis.
Pendapatan yang diperoleh penambang per-exahash turun ke titik terendah sebesar 4,06 BTC per-exahash per hari. Dalam dolar AS, angka ini setara dengan $78.000 sampai $88.000 per-exahash per hari.
Penambang Bitcoin Berangsur Menjual Cadangan BTC Hadapi Crypto Winter
In “Bitcoin”
Setelah Hashrate, Mining Difficulty Bitcoin Juga Meroket ke 35,6 Triliun
In “Bitcoin”
Total Transaksi DOGE Meningkat, Harga Stabil di $0,07
In “Analisis Pasar”